
LENSAPOST.CO, Bandarlampung, 17 Oktober 2025 Ketua Forum Mahasiswa Pagar Nusa (FMPN) Lampung, Yoksa Adrinata, memberikan tanggapan terkait vidio yang beredar luas di media sosial, berisi kritik terhadap tayangan Trans7 yang membahas kehidupan pesantren dan tokoh agama (kiai).
Dalam keterangannya, Yoksa menilai tayangan tersebut sarat dengan framing negatif terhadap dunia pesantren.
“Trans7 telah menampilkan pesantren seolah-olah identik dengan kemewahan, kekuasaan, dan eksploitasi. Narasi seperti itu berpotensi merusak citra lembaga yang selama ini menjadi benteng moral dan peradaban bangsa,” ujarnya.
Yoksa juga menyoroti isi tayangan yang menyinggung isu kemewahan dan adab santri yang dianggap berlebihan.
Menurutnya, kritik tersebut lahir dari keprihatinan dan rasa cinta terhadap pesantren.
“Memang ada oknum yang menyalahgunakan posisi dan ketawaduan santri, tapi itu bukan wajah pesantren secara keseluruhan. Kita harus bisa membedakan antara oknum dan sistem nilai pesantren yang sesungguhnya,” tegasnya.
Yoksa menilai bahwa tanyangan trans 7 tersebut juga mengandung pesan reflektif bagi kalangan santri sendiri.
Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara adab dan logika.
“Santri harus tetap tawadhu kepada kiai, tetapi juga tidak boleh kehilangan nalar kritis. Menghormati guru itu wajib, namun yang berlebihan itu tidak benar. Adab dan akal sehat harus berjalan beriringan,” jelasnya.
Dalam pernyataannya, Yoksa juga mengecam keras media yang menyajikan tayangan keagamaan tanpa etika dan keseimbangan informasi.
Ia mengingatkan bahwa media memiliki tanggung jawab moral dalam menyampaikan konten publik.
“Media dan pesantren sama-sama rumah ilmu. Tapi ketika keduanya lupa pada etika, yang tersisa hanyalah luka. Tayangan yang tidak berimbang justru menimbulkan perpecahan dan kesalahpahaman,” ujarnya menegaskan.
Yoksa menambahkan, peristiwa ini seharusnya menjadi momentum bagi semua pihak untuk introspeksi.
Bagi santri, agar tetap menjaga kehormatan pesantren dengan berpikir kritis dan beradab. Bagi media, agar lebih hati-hati dan beretika dalam mengangkat isu keagamaan.
“Kebenaran bukan hanya soal apa yang terlihat di layar, tapi juga tentang bagaimana kita melihatnya dengan jernih dan bijak,” katanya.
Sebagai penutup, Ketua FMPN Lampung mengajak masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh pemberitaan yang menyesatkan.
“Pesantren bukan tempat kemewahan, tapi tempat pengabdian. Para kiai bukan simbol kekuasaan, tapi sumber teladan dan ilmu. Mari kita jaga marwah pesantren bersama-sama,” pungkas Yoksa adrinata”.

Tidak ada komentar