
LENSAPOST.CO, Bandar Lampung – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gradasi akan kembali menggelar aksi demonstrasi jilid kedua di Kejaksaan Tinggi Provinsi Lampung dalam waktu dekat. Aksi ini merupakan tindak lanjut dari aksi pertama yang telah digelar pada 9 Oktober 2025 di lokasi yang sama. Gradasi menuntut klarifikasi dan kejelasan dari Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung terkait dugaan penyimpangan pengadaan barang dan jasa senilai Rp 7,5 miliar, serta mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya Kejati Lampung segera turun tangan menindaklanjuti laporan yang telah disampaikan.
Ketua LSM Gradasi, Wahyu Hidayat, menyatakan bahwa pihaknya telah menemukan berbagai indikasi penyimpangan dalam sembilan paket pengadaan di Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Lampung tahun anggaran berjalan.
“Kami menemukan indikasi kuat adanya fragmentasi paket yang disengaja, dominasi vendor terstruktur, hingga dugaan mark-up harga yang merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah. Aksi pertama kami pada 9 Oktober lalu belum mendapat respons yang memadai, karena itulah kami akan kembali bergerak menuntut kejelasan dan tindakan tegas dari Kejati Lampung,” ujar Wahyu Hidayat di Bandar Lampung, Minggu (12/10/2025).
Wahyu merinci beberapa temuan yang mencurigakan dalam pengelolaan anggaran Rp 7.598.064.900 tersebut. Pertama, dugaan praktik nepotisme pada Belanja Hibah Jasa senilai Rp 430,3 juta yang diberikan kepada badan atau lembaga tertentu diduga karena kedekatan personal, bukan berdasarkan kredibilitas dan profesionalitas.
Kedua, fragmentasi paket secara sengaja pada Belanja Alat Tulis Kantor yang dipecah menjadi 33 paket senilai Rp 426,7 juta dan Belanja Bahan Cetak menjadi 21 paket senilai Rp 315,4 juta. “Pemecahan ini jelas bertujuan menghindari mekanisme tender terbuka dan memudahkan praktik penunjukan langsung,” tegasnya.
Ketiga, dominasi vendor secara terstruktur. Segelintir vendor menguasai pengadaan pupuk organik senilai Rp 3,6 miliar. Sementara ASM menguasai Belanja Modal Komputer Rp 215,5 juta, dan PT SLLP menguasai sewa gedung Rp 932,7 juta untuk 14 paket kegiatan.
“Pola dominasi ini menimbulkan dugaan kuat adanya praktik monopoli atau kartel dalam pengadaan,” imbuh Wahyu.
Keempat, inflasi harga sistematis terutama pada Belanja Makanan dan Minuman Rapat senilai Rp 1,03 miliar untuk 12 paket kegiatan atau rata-rata Rp 86,5 juta per kegiatan.
“Harga ini diduga telah dinaikkan 30 hingga 50 persen dari harga pasar wajar, dengan selisih keuntungan dibagi antara vendor dan oknum pejabat melalui skema fee atau komisi,” papar Wahyu.
Kelima, mark-up harga satuan pada berbagai kategori belanja seperti Belanja Modal Alat Kantor Lainnya senilai Rp 187,3 juta dan Belanja Bahan-Bahan Lainnya Rp 451,2 juta yang spesifikasinya tidak jelas namun bernilai tinggi.
Wahyu juga menyoroti ketimpangan prioritas anggaran yang tidak rasional. Alokasi untuk pupuk organik mencapai Rp 3,6 miliar dan konsumsi rapat Rp 1,03 miliar, sementara investasi produktif seperti modal komputer hanya Rp 215,5 juta.
“Pola ini menunjukkan dugaan penyalahgunaan anggaran untuk kepentingan yang tidak sesuai prioritas pembangunan,” kritik Wahyu.
LSM Gradasi memperkirakan berdasarkan pola mark-up 25 hingga 40 persen, total kerugian negara mencapai Rp 2,1 hingga Rp 3,5 miliar dari total anggaran yang ada, belum termasuk kerugian tidak langsung akibat inefisiensi sistem pengadaan.
Wahyu menambahkan, pihaknya juga menemukan pelanggaran prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan, mengingat tidak lengkapnya informasi penyedia jasa pada beberapa paket, khususnya Belanja Bahan Cetak senilai Rp 315,4 juta.
“Ada indikasi keterlibatan oknum pejabat dalam rekayasa dominasi vendor dan fragmentasi paket, mulai dari level panitia tender hingga pejabat pengambil keputusan. Pola berulangnya vendor-vendor tertentu menunjukkan kemungkinan adanya sistem bagi hasil yang berlangsung secara sistematis,” tandas Wahyu.
LSM Gradasi menuntut Kejaksaan Tinggi Provinsi Lampung segera melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap seluruh paket pengadaan yang bermasalah. Selain itu, Gradasi juga menuntut Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung memberikan klarifikasi publik terkait seluruh dugaan penyimpangan tersebut.
“Kami akan terus memantau dan mendorong proses hukum berjalan. Jika tidak ada tindakan konkret, kami tidak akan berhenti melakukan aksi hingga keadilan ditegakkan,” pungkas Wahyu Hidayat.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan LSM Gradasi tersebut.

Tidak ada komentar